Ilmu sosial dasar
sangat dibutuhkan mahasiswa
“Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial, selalu
membutuhkan orang lain”. Kita sering mendengar kutipan tersebut, mungkin
terdengar sederhana namun kutipan tersebut memang benar adanya. Dari kutipan
tersebut juga dapat kita simpulkan bahwa manusia berarti harus memahami apa
arti dari “sosial” dan belajar bagaimana “berkomunikasi”. Kata “sosial”
sendiri merupakan segala perilaku
manusia yang menggambarkan perilaku nonindividualis dan merujuk pada
hubungan-hubungan manusia dalam kemasyarakatan, hubungan antar manusia,
hubungan manusia dengan kelompok, serta hubungan manusia dengan organisasi
untuk mengembangkan dirinya. Sedangkan kata ”komunikasi” adalah suatu proses dimana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain.
Manusia
memang memiliki naluri untuk hidup berkelompok dalam arti tidak dapat hidup
sendiri. Namun naluri tersebut tidak dapat berkembang jika manusia tersebut
tidak belajar ataupun diajari bagaimana caranya berosialisasi dan berkomunikasi
dengan orang lain. Jika di jenjang SD dan Sekolah Menengah diajarkan Ilmu
Pengetahuan Sosial dimana hal itu merupakan proses pembentukan pengetahuan
sosial, ada pula bidang ilmu yang menjadi mata kuliah tunggal yang diajarkan di
jenjang Perguruan Tinggi yaitu Ilmu Sosial Dasar (ISD). Menurut sumber
yang saya peroleh ISD dan IPS terdapat perbedaan meskipun keduanya mempelajari
semua hal yang berhubugan dengan kata “sosial”, yaitu:
1. Ilmu sosial dasar diberikan di
Perguruaan Tinggi, Ilmu Pengetahuan Sosial diberikan di sekolah dasar dan
sekolah lanjutan.
2. Ilmu sosial dasar merupakan mata
kuliah tunggal sedangkan ilmu pengetahuan sosial dasar merupakan kelompok dari
sejumlah mata pelajaran (untuk sekolah lanjutan).
3. Ilmu Sosial dasar diarahkan kepada
pembentukan sikap dan kepribadian, sedang ilmu pengetahuan social diarahkan
kepada pembentukan pengetahuan dan keterampilan intelektual. (http://zavinaz.blogspot.com/2012/12/ilmu-sosial-dasar_6.html)
Dalam artikel ini kita akan membahas tentang Ilmu Sosial
Dasar, dari perbedaan diatas dapat kita simpulkan bahwa IPS menjadi dasar
pengetahuan dalam penanaman dan pembentukan nilai-nilai sosial sejak dini
sedangkan Ilmu Sosial Dasar menjadi wadah pengetahuan bagi mahasiswa untuk
bagaimana mengembangkan kemampuan berkomunikasinya dan mampu menyadari, memahami dan peka terhadap
masalah-masalah sosial yang ada di masyarakat juga tanggap untuk ikut serta
dalam usaha-usaha menanggulanginya, terlebih mampu mempelajarinya secara kritis
karena menyadari bahwa masalah sosial yang timbul dalam masyarakat selalu
bersifat kompleks. Hal yang tersebut tadi merupakan tujuan
adanya Ilmu Sosial Dasar.
Ilmu Sosial Dasar merupakan pengetahuan yang menelaah masalah-masalah sosial, khususnya yang
diwujudkan oleh masyarakat Indonesia dengan menggunakan pengertian-pengertian
(fakta, konsep, teori) yang berasal dari berbagai bidang pengetahuan keahlian
dalam lapangan ilmu-ilmu social seperti : sejarah,ekonomi, geografi, sosial,
sosiologi, antropologi, psikologi sosial.
Dari pengertian dan penjelasan diatas, mungkin muncul dalam
benak kita, mengapa Ilmu Sosial Dasar sangat diperlukan bahkan menjadi mata
kuliah dasar yang diajarkan kepada mahasiswa? menurut Conny R. Semiawan (1998:33) pendidikan tinggi antara lain
berfungsi untuk mempersiapkan peserta didik menjadi manusia yang memiliki
perilaku, nilai dan norma sesuai sistem yang berlaku sehingga mewujudkan
totalitas manusia yang utuh dan mandiri sesuai tata cara hidup bangsa. Dari
pernyataan yang saya kutip tersebut erat kaitannya dengan kehidupan sosial
dalam hal ini mahasiswa di dalam maupun di luar lingkungannya yakni bagaimana
ia dapat berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain. Ini tentunya tidak
terjadi begitu saja meskipun beberapa orang memang memiliki bakat dalam
berkomunikasi serta bergaul dengan orang lain. Disinilah peranan Ilmu Sosial
Dasar yang mengajarkan bagaimana seseorang dalam hal ini seorang mahasiswa yang
memang dipersiapkan untuk mampu bersaing di dunia kerja.
Contoh
paling sederhana pentingnya memiliki kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi
melalui belajar Ilmu Sosial Dasar dalam Perguruan Tinggi bisa kita lihat dalam
pergaulan sehari-hari dari ruang lingkup yang paling kecil yakni kelas.
Tentunya di dalam kelas itu kita tidak belajar sendiri, pasti ada teman-teman.
Tidak selamanya kita menyendiri di dalam kelas, kita butuh bergaul dengan
teman-teman kita. Bergaul tidak hanya menuntut teman yang harus memahami diri
kita tapi juga menuntut kita memahami teman. Dengan saling memahami dan
menghargai sesama di dalam kelas, maka mewujudkan suasana kelas yang nyaman dan
kompak serta menjadi seperti satu keluarga yang utuh dapat diwujudkan.
Contoh lain yang lebih luas yaitu di dalam lingkup jurusan
dalam hal ini mahasiswa jurusan Teknik Arsitektur. Secara umum kita tahu
bersama bahwa arsitek adalah seorang ahli rancang bangunan. Arsitek tidak hanya
memikirkan bagaimana sebuah bangunan atau bahkan lingkup yang lebih luas lagi
yakni kota bisa menjadi tempat yang bagus, aman dan nyaman untuk orang lain
tapi juga seorang arsitek, apalagi sebagai suatu profesi harus belajar dan
mampu bagaimana cara ia “menjual” ide kreatifnya tersebut agar tentunya hal itu
dapat pula menyejahterakan hidupnya. Disini pulalah perlunya belajar Ilmu
Sosial Dasar untuk menjadi bekal kemampuan berkomunikasi demi mengadapi
tantangan dan pergaulan di lingkungan kerja maupun masyarakat.
Dengan Ilmu Sosial Dasar pula mahasiswa bisa belajar tentang
lingkungan yang dalam tanda kutip kebudayaan yang ada di kampus dan mampu
menyesuaikan dan memposisikan dirinya dalam lingkungan kampus. Dengan Ilmu Sosial
Dasar, mahasiswa (secara khusus calon arsitek) diajarkan bagaimana
mengembangkan kemampuan sosialnya, mengkaji gejala-gejala sosial juga
kebudayaan sehingga mampu menghadapi lingkungan sosial budaya agar dapat
meningkatkan kepekaan sosial pada lingkungannya. Hal ini sesuai dengan fungsi
Ilmu Sosial
Dasar, yaitu memberikan
pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan
untuk mengkaji gejala-gejala social kebudayaan agar daya tanggap, persepsi, dan
penalaran mahasiswa dalam menghadapi lingkungan social budaya dapat
ditingkatkan sehingga kepekaan mahasiswa pada lingkungannya menjadi lebih
besar.
Sebenarnya, siapapun orangnya dan
apapun profesi dan latar belakangya, kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi
sangat dibutuhkan oleh setiap orang agar sesuai dengan hakikatnya sebagai
makhluk sosial dan yang terpenting mampu beradaptasi dengan lingkungannya serta
mampu menghadapi tantangan dalam hidupnya.
Meminimalisir
Tingkat Kemiskinan Dilihat dari Globalisasi
Globalisasi
merupakan kondisi yang menciptakan suatu keniscayaan bagi negara-negara,
kekuatannya tidak bisa ditandingi oleh sistem regulasi yang tertutup,
globalisasi juga bisa membuat negara tersebut maju dan globalisasi juga bisa
membuat negara tersebut menjadi miskin. Logical Framework of Globalization
adalah bagaimana dunia ini merupakan dunia tanpa batas, dan globalisasi juga
menciptakan keterbukaan terutama dalam perdagangan Internasional, sehingga
globalisasi di klaim oleh pecinta globalisasi sebagai formula untuk bisa
memajukan negara yang miskin, berkembang dan menjadi negara yang maju.
Globalisasi
telah menciptakan pertumbuhan bagi negara-negara di Asia dengan ditunjukan oleh
banyaknya orang yang sejahtera karena eksport industrialisasi, tetapi banyak
juga mengagap bahwa dengan globalisasi orang tereksploitasi oleh prosesnya.
Oleh karena itu globalisasi bagi negara berkembang dalam hal ini Indonesia
merupakan suatu potret suram akibat keganasan globalisasi, hal yang kasat mata
adalah semakin miskinnya orang Indonesia.
Perubahan
mekanisme dunia menuju pasar bebas telah menjadi suatu mekanisme dominan
terhadap proses hubungan antar negara, sehingga negara tersebut harus bisa
terpacu untuk berkompetisi, kompitisi yang tidak sehat sering mewarnai dalam
proses ekonomi atau perdagangan, sehingga sering terjadi proses
protek-memprotek, klaim-mengklim hasil produk, dan yang paling nyata adalah
negara berkembang sering dirugikan karena prosesnya, proses tersebut melalui
mekanisme yang di buat oleh lembaga internasional dalam hal ini WTO.
Globalisasi merupakan kunci dari
pembangunan, globalisasi secara ekonomi didasarkan pada mekanisme pasar global,
sehingga mekanisme itu dirangsang oleh perkembangan teknologi sehingga
mendorong transformasi ekonomi, sehingga akan mengurangi kemiskinan.
Realitas yang terjadi adalah Indonesia yang belum mampu membendung pasar bebas dan hal tersebut merupakan suatu keniscayaan serta sewaktu-waktu akan siap menghancurkan dan membinasaknnya. Dalam hal pertanian pun negara kita belum bisa mampu membendung produk-produk dari luar yang mempunyai nilai kompetitif lebih dibandingkan dengan produk pertanian negara kita, maka kita sering menjumpai buah-buahan import, padi import, kedelai import dan produk pertanian import lainnya di sekitar kita sampai-sampai di pasar tradisional pun ada, sehingga pertanyaan kita, apakah pemerintah telah menciptakan pembangunan yang berbasiskan pada kerakyatan ?. dan itu hanyalah sebuah pertanyaan yang masih belum jelas jawabannya.
Realitas yang terjadi adalah Indonesia yang belum mampu membendung pasar bebas dan hal tersebut merupakan suatu keniscayaan serta sewaktu-waktu akan siap menghancurkan dan membinasaknnya. Dalam hal pertanian pun negara kita belum bisa mampu membendung produk-produk dari luar yang mempunyai nilai kompetitif lebih dibandingkan dengan produk pertanian negara kita, maka kita sering menjumpai buah-buahan import, padi import, kedelai import dan produk pertanian import lainnya di sekitar kita sampai-sampai di pasar tradisional pun ada, sehingga pertanyaan kita, apakah pemerintah telah menciptakan pembangunan yang berbasiskan pada kerakyatan ?. dan itu hanyalah sebuah pertanyaan yang masih belum jelas jawabannya.
Masalah
pengangguran dan kemiskinan merupakan masalah klasik yang selalu melekat dan
menjadi ciri khas negara Indonesia, masalah ini juga merupakan masalah yang
paling klimaks dihadapi oleh negara Indonesia, sebab proses penyelenggaraan
negara yang begitu panjang akan membayangkan adanya pengurangan angka
pengangguran dan kemiskinan, karena hal tersebut merupakan mainstream dari
sebuah pembangunan. Konsep yang amat dekat dengan konsep kemiskinan adalah
impoverishment (hal-hal menyebabkan seseorang atau sesuatu menjadi lebih
miskin). Proses impoverisment adalah sebuah proses aktif menghilangkan akses
dan hak-hak dasar yang secara sistematik direproduksi dan diciptakan oleh
sejumlah mekanisme global seperti kerusakan lingkungan hidup, kehancuran
sumberdaya rakyat, inflasi, pengangguran dan politik utang luar negeri. Proses
inilah yang dikenal sebagai proses pelemahan (disempowerment) ekonomi, ekologi,
sosial, politik dan kebudayaan khususnya bagi kelompok-kelompok masyarakat
minoritas dan terpinggirkan. Banyak sekali masyarakat di Indonesia yang
hidup penuh dengan kesusahan bukan hanya di pedesaan bahkan di ibukota pun
sangat banyak mereka harus tinggal di bantaran sungai dan sungai tersebut
digunakan sebagai tempat melakukan aktivitas sehari-hari seperti mencuci, mandi
dll, atau mereka tinggal dirumah yang belum teraliri listrik, hal ini dapat
mencerminkan bahwa globalisasi tidak berdampak apapun bagi mereka yang tinggal
dipelosok desa. Fakta yang kasat mata kita ketahui tentang kemiskinan yang
terjadi di Indonesia adalah kemiskinan yang sangat parah, misalnya di daerah
Cirebon masih banyaknya masyarakat yang memakan roti basi yang cilakanya
makanan itu sebagai makanan pengganti nasi aking yang semakin kesini semakin
merangkak naik akibat kenaikan harga beras yang membumbung tinggi. perlu di
ketahui bahwa nasi aking adalah nasi bekas yang di keringkan, di masak serta di
konsumsi oleh masyarakat kita, yang menjadi pertanyaanadalah apakah hal
tersebut di namakan keberhasilan pembangunan. Nah dengan melihat fenomena
tersebut maka apa yang harus dilakukan supaya bangsa ini bisa terangkat dari
jurang kemiskinan yang sudah terlalu dalam, pertanyaan tersebut seharus bisa
dijawab oleh bangsa ini melalui pemberdayaan masyarakat dengan dukungan
kebijakan pemerintah dan swasta yang pro terhadap pengentasan kemiskinan.
Kemiskinan
dan globalisasi memang sudah lama menjadi bahan perdebatan, bukan hanya di
kalangan ekonom-ekonom dalam negeri, tapi juga dunia. Perdebatannya pun tak
pernah jauh-jauh dari bagaimana dampak globalisasi terhadap kemiskinan; menekan
kemiskinan atau justru memperbesar kemiskinan.
Sejak
proses globalisasi mulai berlangsung, kondisi kehidupan di hampir semua negara
terkesan meningkat, apalagi jika diukur dengan indikator-indikator lebih luas.
Namun, seringkali pula peningkatan itu hanya ada dalam perjanjian di atas
kertas. Negara-negara maju dan kuat memang bisa meraih keuntungan, tapi tidak
negara-negara berkembang dan miskin.
Pengalaman
sudah membuktikan sejak proses globalisasi bergulir muncul pula isu-isu seperti
perdagangan global yang tidakfair. Dalam kondisi tersebut, negara-negara
berkembang dan miskin berulang kali terjebak jeratan utang yang justru jadi
beban. Belum lagi bermunculan rezim hak properti intelektual, yang malah
menghabisi akses masyarakat miskin untuk mendapat obat-obatan dengan harga
terjangkau.
Dalam
proses globalisasi, seharusnya uang mengalir dari negara kaya ke negara miskin.
Tapi, dalam beberapa tahun terakhir, yang terjadi justru sebaliknya. Sementara
negara-negara kaya memiliki kemampuan untuk menahan resiko fluktuasi kurs dan
suku bunga, negara-negara berkembang dan miskin menanggung beban fluktuasi
tadi.
Fakta-fakta
tersebut jelas tidak menjadikan kita, antiglobalisasi, kita hanya menunjuk
kemiskinan di negara berkembang dan miskin bukan karena globalisasi tapi karena
pemerintah tak memberi kesempatan pada rakyatnya untuk masuk ekonomi pasar.
Karenanya, pemerintah dianggap perlu memformalkan sektor informasi. Caranya
dengan legalisasi usaha-usaha informal dan memberikan sertifikat atas lahan dan
aset-aset sektor informal tadi. agar penduduk, usaha informal, dan petani
miskin diberi sertifikat sehingga bisa dengan mudah mendapat pinjaman modal
perbankan, yang tak lain korporasi besar. Pemberian sertifikat itulah yang
kemudian disebut sebagai kodifikasi hukum.
Kita
memang tidak seharusnya antiglobalisasi. Kita juga perlu terus melakukan
reformasi di bidang hukum, termasuk yang terkait perdagangan bebas dan
pembukaan akses pasar. Tapi, kita perlu juga mewaspadai akibat globalisasi
terhadap proses pemiskinan. Globalisasi mungkin tidak akan memiliki ekses pada
kemiskinan, jika pemerintah tahu benar cara melindungi sektor informal domestik
dalam keterbukaan akses pasar.
Contoh Konkrit Kehidupan Sosial Masyarakat yang Masih
Terjaga yang Memiliki Nilai Positif
PENGERTIAN GOTONG ROYONG
“Bersatu kita teguh, bercerai kita
runtuh!”
Kalimat tersebut sempat populer di
kalangan masyarakat Indonesia pada tahun 90-an, namun dengungannya kini mulai
jarang sekali terdengar. Kalimat tersebut singkat, namun maknanya dapat
tergambar dengan sangat jelas. Persatuan adalah landasan semangat yang sejak
dulu digunakan oleh para pejuang untuk membangun bangsa. Budaya gotong royong
merupakan salah satu perwujudan nyata dari semangat persatuan masyarakat
Indonesia.
Presiden Republik Indonesia yang
pertama, yakni Presiden Soekarno, bahkan menyampaikan jika gotong royong
merupakan “jiwa” masyarakat Indonesia pada sidang Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) di tahun 1945. Sayangnya, saat ini
budaya gotong royong mulai hilang.
Jika kita berbicara masa lalu, mudah
sekali menemukan budaya gotong royong dalam berbagai bentuk. Mulai dari kerja
bakti yang seringkali dilakukan warga masyarakat setiap satu minggu sekali
hingga budaya gotong royong antar umat beragama. Budaya gotong royong adalah
identitas nasional. Karenanya, budaya gotong royong seharusnya terus dijaga
supaya terus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Istilah gotong royong berasal dari
bahasa Jawa. Gotong berarti pikul atau angkat, sedangkan royong berarti
bersama-sama. Sehingga jika diartikan secara harafiah, gotong royong berarti
mengangkat secara bersama-sama atau mengerjakan sesuatu secara bersama-sama.
Gotong royong dapat dipahami pula sebagai bentuk partisipasi aktif setiap
individu untuk ikut terlibat dalam memberi nilai positif dari setiap obyek,
permasalahan, atau kebutuhan orang-orang di sekelilingnya. Partisipasi aktif
tersebut bisa berupa bantuan yang berwujud materi, keuangan, tenaga fisik,
mental spiritual, ketrampilan, sumbangan pikiran atau nasihat yang konstruktif,
sampai hanya berdoa kepada Tuhan.
Menurut Koentjaraningrat budaya
gotong royong yang dikenal oleh masyarakat Indonesia dapat dikategorikan ke
dalam dua jenis, yakni gotong royong tolong menolong dan gotong royong kerja
bakti. Budaya gotong royong tolong menolong terjadi pada aktivitas pertanian,
kegiatan sekitar rumah tangga, kegiatan pesta, kegiatan perayaan, dan pada
peristiwa bencana atau kematian. Sedangkan budaya gotong royong kerja bakti
biasanya dilakukan untuk mengerjakan sesuatu hal yang sifatnya untuk
kepentingan umum, entah yang terjadi atas inisiatif warga atau gotong royong
yang dipaksakan.
Dalam
perspektif sosiologi budaya, nilai gotong royong adalah semangat yang
diwujudkan dalam bentuk perilaku atau tindakan individu yang dilakukan tanpa
mengharap balasan untuk melakukan sesuatu secara bersama-sama demi kepentingan
bersama atau individu tertentu. Gotong royong menjadikan kehidupan manusia
Indonesia lebih berdaya dan sejahtera. Dengan gotong royong, berbagai
permasalahan kehidupan bersama bisa terpecahkan secara mudah dan murah,
demikian halnya dengan kegiatan pembangunan masyarakat.
NILAI-NILAI DALAM GOTONG ROYONG
Jika dilihat sekilas,
gotong royong tampaknya hanya terlihat seperti suatu hal yang mudah dan
sederhana. Namun dibalik kesederhanaannya tersebut, gotong royong menyimpan
berbagai nilai yang mampu memberikan nilai positif bagi masyarakat. Nilai-nilai
positif dalam gotong royong antara lain:
1. Kebersamaan
Gotong royong mencerminkan kebersamaan
yang tumbuh dalam lingkungan masyarakat. Dengan gotong royong, masyarakat mau
bekerja secara bersama-sama untuk membantu orang lain atau untuk membangun
fasilitas yang bisa dimanfaatkan bersama.
2. Persatuan
Kebersamaan yang terjalin dalam gotong
royong sekaligus melahirkan persatuan antar anggota masyarakat. Dengan
persatuan yang ada, masyakarat menjadi lebih kuat dan mampu menghadapi
permasalahan yang muncul.
3. Rela berkorban
Gotong royong mengajari setiap orang
untuk rela berkorban. Pengorbanan tersebut dapat berbentuk apapun, mulai dari
berkorban waktu, tenaga, pemikiran, hingga uang. Semua pengorbanan tersebut
dilakukan demi kepentingan bersama. Masyarakat rela mengesampingkan kebutuhan
pribadinya untuk memenuhi kebutuhan bersama.
4. Tolong menolong
Gotong royong membuat masyarakat
saling bahu-membahu untuk menolong satu sama lain. Sekecil apapun kontribusi
seseorang dalam gotong royong, selalu dapat memberikan pertolongan dan manfaat
untuk orang lain.
5. Sosialisasi
Di era modern, kehidupan
masyarakat cenderung individualis. Gotong royong dapat membuat manusia kembali
sadar jika dirinya adalah maskhluk sosial. Gotong royong membuat masyarakat
saling mengenal satu sama lain sehingga proses sosialisasi dapat terus terjaga
keberlangsungannya.
MANFAAT GOTONG ROYONG
Gotong royong
merupakan budaya masyarakat yang akan memberikan banyak sekali keuntungan.
Keuntungan –keuntungan tersebut antara lain:
1. Meringankan beban pekerjaan yang harus ditanggung
Semakin banyak orang yang terlibat
dalam usaha membangun atau membersihkan suatu lingkungan, maka akan semakin
ringan pekerjaan dari masing-masing individu yang terlibat di dalamnya. Selain
meringankan pekerjaan yang harus ditanggung oleh masing-masing individu, gotong
royong juga membuat sebuah pekerjaan menjadi lebih cepat untuk diselesaikan.
Artinya, gotong royong dapat membuat pekerjaan menjadi lebih efektif dan
efisien.
2. Menumbuhkan sikap sukarela, tolong-menolong, kebersamaan,
dan kekeluargaan antar sesama anggota masyarakat
Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, gotong royong memiliki nilai-nilai yang menjadikan gotong royong
menjadi budaya yang sangat baik untuk dipelihara. Gotong royong dapat
menumbuhkan sikap sukarela, tolong-menolong, kebersamaan, dan kekeluargaan
antar sesama anggota masyarakat. Masyarakat yang mau melakukan gotong royong
akan lebih peduli pada orang-orang yang ada di sekitarnya. Mereka rela untuk
saling berbagi dan tolong menolong. Masyarakat juga dapat lebih “guyup” karena
gotong royong menjaga kebersamaan dan kekeluargaan antar sesama anggota yang
ada di masyarakat.
3. Menjalin dan membina hubungan sosial yang baik dan
harmonis antarwarga masyarakat
Lingkungan yang harmonis akan
menyehatkan masyarakatnya. Ketika ada satu anggota masyarakat yang kesulitan,
maka anggota masyarakat lain akan sigap memberikan pertolongan. Hubungan sosial
yang baik dan harmonis seperti ini dapat dibangun jika masyarakat mau malakukan
kegiatan gotong royong. Gotong royong dapat menumbuhkan hubungan sosial yang
baik pada masyarakat. Sebagai akibatnya, hubungan antaranggota masyarakat pun
akan semakin harmonis.
4. Meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan nasional
Dalam skala yang lebih besar, gotong
royong dapat meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan nasional. Masyarakat yang
sudah solid di tingkat RT atau
RW akan mampu menjalin persatuan yang lebih besar lagi dalam skala nasional.
Gotong royong mampu menyadarkan masyarakat jika kita semua berada di tanah air
yang sama, sehingga sikap persatuan dan kesatuan yang ada juga harus diwujudkan
dari Sabang sampai Merauke, yakni pada seluruh daerah di Indonesia.
Contoh Kehidupan
Toleransi Beragama
Kita hidup
dalam negara yang penuh keragaman, baik dari suku, agama, maupun budaya. Untuk
hidup damai dan berdampingan, tentu dibutuhkan toleransi satu sama lain.
Toleransi
adalah perilaku terbuka dan menghargai segala perbedaan yang ada dengan sesama.
Biasanya orang bertoleransi terhadap perbedaan kebudayaan dan agama. Namun,
konsep toleransi ini juga bisa diaplikasikan untuk perbedaan jenis kelamin,
anak-anak dengan gangguan fisik maupun intelektual dan perbedaan lainnya.
Toleransi
juga berarti menghormati dan belajar dari orang lain, menghargai perbedaan,
menjembatani kesenjangan budaya, menolak stereotip yang tidak adil,
sehingga tercapai kesamaan sikap dan Toleransi juga adalah istilah dalam
konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang
melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak
dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat.
Contohnya
adalah toleransi beragama, dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat
mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya. Istilah toleransi juga digunakan
dengan menggunakan definisi “kelompok” yang lebih luas, misalnya partai
politik, orientasi seksual, dan lain-lain
Ada tiga macam
sikap toleransi, yaitu:
a. Negatif : Isi ajaran dan penganutnya tidak dihargai.
Isi ajaran dan penganutnya hanya
dibiarkan
saja karena dalam keadaan terpaksa.
b. Positif
: Isi ajaran ditolak, tetapi penganutnya diterima serta dihargai.
c.
Ekumenis : Isi ajaran serta penganutnya dihargai, karena dalam ajaran mereka
itu
terdapat unsur-unsur
kebenaran yang berguna untuk memperdalam pendirian dan
kepercayaan sendiri.
Marilah
kita renungkan dan amati suasana kehidupan bangsa Indonesia. Kita harus merasa
bangga akan tanah air kita dan juga kita harus bersyukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Kita telah dikaruniai tanah air yang indah dengan aneka ragam kekayaan
alam yang berlimpah ditambah lagi beraneka ragam suku, ras, adat istiadat,
budaya, bahasa, serta agama dan lain-lainnya. Kondisi bangsa Indonesia yang
pluralistis menimbulkan permasalahan tersendiri, seperti masalah Agama, paham
separatisme, tawuran ataupun kesenjangan sosial. Dalam kehidupan masyarakat
Indonesia, kerukunan hidup antar umat beragama harus selalu dijaga dan dibina.
Kita tidak ingin bangsa Indonesia terpecah belah saling bermusuhan satu sama
lain karena masalah agama.Toleransi antar umat beragama bila kita bina dengan
baik akan dapat menumbuhkan sikap hormat menghormati antar pemeluk agama
sehingga tercipta suasana yang tenang, damai dan tenteram dalam kehidupan
beragama termasuk dalam melaksanakan ibadat sesuai dengan agama dan
keyakinannya melalui toleransi diharapkan terwujud ketenangan, ketertiban serta
keaktifan menjalankan ibadah menurut agama dan keyakinan masing-masing. Dengan
sikap saling menghargai dan saling menghormati itu akan terbina kehidupan yang
rukun, tertib, dan damai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar