Rabu, 03 Januari 2018

Tugas 12 Ilmu Sosial Dasar

Ilmu sosial dasar sangat dibutuhkan mahasiswa

“Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial, selalu membutuhkan orang lain”. Kita sering mendengar kutipan tersebut, mungkin terdengar sederhana namun kutipan tersebut memang benar adanya. Dari kutipan tersebut juga dapat kita simpulkan bahwa manusia berarti harus memahami apa arti dari “sosial” dan belajar bagaimana “berkomunikasi”. Kata “sosial” sendiri merupakan segala perilaku manusia yang menggambarkan perilaku nonindividualis dan merujuk pada hubungan-hubungan manusia dalam kemasyarakatan, hubungan antar manusia, hubungan manusia dengan kelompok, serta hubungan manusia dengan organisasi untuk mengembangkan dirinya. Sedangkan kata ”komunikasi” adalah suatu proses dimana seseorang atau beberapa orang, kelompokorganisasi, dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain.

Manusia memang memiliki naluri untuk hidup berkelompok dalam arti tidak dapat hidup sendiri. Namun naluri tersebut tidak dapat berkembang jika manusia tersebut tidak belajar ataupun diajari bagaimana caranya berosialisasi dan berkomunikasi dengan orang lain. Jika di jenjang SD dan Sekolah Menengah diajarkan Ilmu Pengetahuan Sosial dimana hal itu merupakan proses pembentukan pengetahuan sosial, ada pula bidang ilmu yang menjadi mata kuliah tunggal yang diajarkan di jenjang Perguruan Tinggi yaitu Ilmu Sosial Dasar (ISD).  Menurut sumber yang saya peroleh ISD dan IPS terdapat perbedaan meskipun keduanya mempelajari semua hal yang berhubugan dengan kata “sosial”, yaitu:

1.      Ilmu sosial dasar diberikan di Perguruaan Tinggi, Ilmu Pengetahuan Sosial diberikan di sekolah dasar dan sekolah lanjutan.
2.      Ilmu sosial dasar merupakan mata kuliah tunggal sedangkan ilmu pengetahuan sosial dasar merupakan kelompok dari sejumlah mata pelajaran (untuk sekolah lanjutan).
3.      Ilmu Sosial dasar diarahkan kepada pembentukan sikap dan kepribadian, sedang ilmu pengetahuan social diarahkan kepada pembentukan pengetahuan dan keterampilan intelektual. (http://zavinaz.blogspot.com/2012/12/ilmu-sosial-dasar_6.html)

Dalam artikel ini kita akan membahas tentang Ilmu Sosial Dasar, dari perbedaan diatas dapat kita simpulkan bahwa IPS menjadi dasar pengetahuan dalam penanaman dan pembentukan nilai-nilai sosial sejak dini sedangkan Ilmu Sosial Dasar menjadi wadah pengetahuan bagi mahasiswa untuk bagaimana mengembangkan kemampuan berkomunikasinya dan mampu menyadari, memahami dan peka terhadap masalah-masalah sosial yang ada di masyarakat juga tanggap untuk ikut serta dalam usaha-usaha menanggulanginya, terlebih mampu mempelajarinya secara kritis karena menyadari bahwa masalah sosial yang timbul dalam masyarakat selalu bersifat kompleks. Hal yang tersebut tadi merupakan tujuan adanya Ilmu Sosial Dasar.
           
Ilmu Sosial Dasar merupakan pengetahuan yang menelaah masalah-masalah sosial, khususnya yang diwujudkan oleh masyarakat Indonesia dengan menggunakan pengertian-pengertian (fakta, konsep, teori) yang berasal dari berbagai bidang pengetahuan keahlian dalam lapangan ilmu-ilmu social seperti : sejarah,ekonomi, geografi, sosial, sosiologi, antropologi, psikologi sosial.
           
Dari pengertian dan penjelasan diatas, mungkin muncul dalam benak kita, mengapa Ilmu Sosial Dasar sangat diperlukan bahkan menjadi mata kuliah dasar yang diajarkan kepada mahasiswa? menurut Conny R. Semiawan (1998:33) pendidikan tinggi antara lain berfungsi untuk mempersiapkan peserta didik menjadi manusia yang memiliki perilaku, nilai dan norma sesuai sistem yang berlaku sehingga mewujudkan totalitas manusia yang utuh dan mandiri sesuai tata cara hidup bangsa. Dari pernyataan yang saya kutip tersebut erat kaitannya dengan kehidupan sosial dalam hal ini mahasiswa di dalam maupun di luar lingkungannya yakni bagaimana ia dapat berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain. Ini tentunya tidak terjadi begitu saja meskipun beberapa orang memang memiliki bakat dalam berkomunikasi serta bergaul dengan orang lain. Disinilah peranan Ilmu Sosial Dasar yang mengajarkan bagaimana seseorang dalam hal ini seorang mahasiswa yang memang dipersiapkan untuk mampu bersaing di dunia kerja.

Contoh paling sederhana pentingnya memiliki kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi melalui belajar Ilmu Sosial Dasar dalam Perguruan Tinggi bisa kita lihat dalam pergaulan sehari-hari dari ruang lingkup yang paling kecil yakni kelas. Tentunya di dalam kelas itu kita tidak belajar sendiri, pasti ada teman-teman. Tidak selamanya kita menyendiri di dalam kelas, kita butuh bergaul dengan teman-teman kita. Bergaul tidak hanya menuntut teman yang harus memahami diri kita tapi juga menuntut kita memahami teman. Dengan saling memahami dan menghargai sesama di dalam kelas, maka mewujudkan suasana kelas yang nyaman dan kompak serta menjadi seperti satu keluarga yang utuh dapat diwujudkan.
Contoh lain yang lebih luas yaitu di dalam lingkup jurusan dalam hal ini mahasiswa jurusan Teknik Arsitektur. Secara umum kita tahu bersama bahwa arsitek adalah seorang ahli rancang bangunan. Arsitek tidak hanya memikirkan bagaimana sebuah bangunan atau bahkan lingkup yang lebih luas lagi yakni kota bisa menjadi tempat yang bagus, aman dan nyaman untuk orang lain tapi juga seorang arsitek, apalagi sebagai suatu profesi harus belajar dan mampu bagaimana cara ia “menjual” ide kreatifnya tersebut agar tentunya hal itu dapat pula menyejahterakan hidupnya. Disini pulalah perlunya belajar Ilmu Sosial Dasar untuk menjadi bekal kemampuan berkomunikasi demi mengadapi tantangan dan pergaulan di lingkungan kerja maupun masyarakat.

Dengan Ilmu Sosial Dasar pula mahasiswa bisa belajar tentang lingkungan yang dalam tanda kutip kebudayaan yang ada di kampus dan mampu menyesuaikan dan memposisikan dirinya dalam lingkungan kampus. Dengan Ilmu Sosial Dasar, mahasiswa (secara khusus calon arsitek) diajarkan bagaimana mengembangkan kemampuan sosialnya, mengkaji gejala-gejala sosial juga kebudayaan sehingga mampu menghadapi lingkungan sosial budaya agar dapat meningkatkan kepekaan sosial pada lingkungannya. Hal ini sesuai dengan fungsi Ilmu Sosial
Dasar, yaitu memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji gejala-gejala social kebudayaan agar daya tanggap, persepsi, dan penalaran mahasiswa dalam menghadapi lingkungan social budaya dapat ditingkatkan sehingga kepekaan mahasiswa pada lingkungannya menjadi lebih besar.
Sebenarnya, siapapun orangnya dan apapun profesi dan latar belakangya, kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi sangat dibutuhkan oleh setiap orang agar sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk sosial dan yang terpenting mampu beradaptasi dengan lingkungannya serta mampu menghadapi tantangan dalam hidupnya.
Meminimalisir Tingkat Kemiskinan Dilihat dari Globalisasi

Globalisasi merupakan kondisi yang menciptakan suatu keniscayaan bagi negara-negara, kekuatannya tidak bisa ditandingi oleh sistem regulasi yang tertutup, globalisasi juga bisa membuat negara tersebut maju dan globalisasi juga bisa membuat negara tersebut menjadi miskin. Logical Framework of Globalization adalah bagaimana dunia ini merupakan dunia tanpa batas, dan globalisasi juga menciptakan keterbukaan terutama dalam perdagangan Internasional, sehingga globalisasi di klaim oleh pecinta globalisasi sebagai formula untuk bisa memajukan negara yang miskin, berkembang dan menjadi negara yang maju.
Globalisasi telah menciptakan pertumbuhan bagi negara-negara di Asia dengan ditunjukan oleh banyaknya orang yang sejahtera karena eksport industrialisasi, tetapi banyak juga mengagap bahwa dengan globalisasi orang tereksploitasi oleh prosesnya. Oleh karena itu globalisasi bagi negara berkembang dalam hal ini Indonesia merupakan suatu potret suram akibat keganasan globalisasi, hal yang kasat mata adalah semakin miskinnya orang Indonesia.
Perubahan mekanisme dunia menuju pasar bebas telah menjadi suatu mekanisme dominan terhadap proses hubungan antar negara, sehingga negara tersebut harus bisa terpacu untuk berkompetisi, kompitisi yang tidak sehat sering mewarnai dalam proses ekonomi atau perdagangan, sehingga sering terjadi proses protek-memprotek, klaim-mengklim hasil produk, dan yang paling nyata adalah negara berkembang sering dirugikan karena prosesnya, proses tersebut melalui mekanisme yang di buat oleh lembaga internasional dalam hal ini WTO.
Globalisasi merupakan kunci dari pembangunan, globalisasi secara ekonomi didasarkan pada mekanisme pasar global, sehingga mekanisme itu dirangsang oleh perkembangan teknologi sehingga mendorong transformasi ekonomi, sehingga akan mengurangi kemiskinan.
Realitas yang terjadi adalah Indonesia yang belum mampu membendung pasar bebas dan hal tersebut merupakan suatu keniscayaan serta sewaktu-waktu akan siap menghancurkan dan membinasaknnya. Dalam hal pertanian pun negara kita belum bisa mampu membendung produk-produk dari luar yang mempunyai nilai kompetitif lebih dibandingkan dengan produk pertanian negara kita, maka kita sering menjumpai buah-buahan import, padi import, kedelai import dan produk pertanian import lainnya di sekitar kita sampai-sampai di pasar tradisional pun ada, sehingga pertanyaan kita, apakah pemerintah telah menciptakan pembangunan yang berbasiskan pada kerakyatan ?. dan itu hanyalah sebuah pertanyaan yang masih belum jelas jawabannya.

Masalah pengangguran dan kemiskinan merupakan masalah klasik yang selalu melekat dan menjadi ciri khas negara Indonesia, masalah ini juga merupakan masalah yang paling klimaks dihadapi oleh negara Indonesia, sebab proses penyelenggaraan negara yang begitu panjang akan membayangkan adanya pengurangan angka pengangguran dan kemiskinan, karena hal tersebut merupakan mainstream dari sebuah pembangunan. Konsep yang amat dekat dengan konsep kemiskinan adalah impoverishment (hal-hal menyebabkan seseorang atau sesuatu menjadi lebih miskin). Proses impoverisment adalah sebuah proses aktif menghilangkan akses dan hak-hak dasar yang secara sistematik direproduksi dan diciptakan oleh sejumlah mekanisme global seperti kerusakan lingkungan hidup, kehancuran sumberdaya rakyat, inflasi, pengangguran dan politik utang luar negeri. Proses inilah yang dikenal sebagai proses pelemahan (disempowerment) ekonomi, ekologi, sosial, politik dan kebudayaan khususnya bagi kelompok-kelompok masyarakat minoritas dan terpinggirkan. Banyak sekali masyarakat di Indonesia yang hidup penuh dengan kesusahan bukan hanya di pedesaan bahkan di ibukota pun sangat banyak mereka harus tinggal di bantaran sungai dan sungai tersebut digunakan sebagai tempat melakukan aktivitas sehari-hari seperti mencuci, mandi dll, atau mereka tinggal dirumah yang belum teraliri listrik, hal ini dapat mencerminkan bahwa globalisasi tidak berdampak apapun bagi mereka yang tinggal dipelosok desa. Fakta yang kasat mata kita ketahui tentang kemiskinan yang terjadi di Indonesia adalah kemiskinan yang sangat parah, misalnya di daerah Cirebon masih banyaknya masyarakat yang memakan roti basi yang cilakanya makanan itu sebagai makanan pengganti nasi aking yang semakin kesini semakin merangkak naik akibat kenaikan harga beras yang membumbung tinggi. perlu di ketahui bahwa nasi aking adalah nasi bekas yang di keringkan, di masak serta di konsumsi oleh masyarakat kita, yang menjadi pertanyaanadalah apakah hal tersebut di namakan keberhasilan pembangunan. Nah dengan melihat fenomena tersebut maka apa yang harus dilakukan supaya bangsa ini bisa terangkat dari jurang kemiskinan yang sudah terlalu dalam, pertanyaan tersebut seharus bisa dijawab oleh bangsa ini melalui pemberdayaan masyarakat dengan dukungan kebijakan pemerintah dan swasta yang pro terhadap pengentasan kemiskinan.
Kemiskinan dan globalisasi memang sudah lama menjadi bahan perdebatan, bukan hanya di kalangan ekonom-ekonom dalam negeri, tapi juga dunia. Perdebatannya pun tak pernah jauh-jauh dari bagaimana dampak globalisasi terhadap kemiskinan; menekan kemiskinan atau justru memperbesar kemiskinan.
Sejak proses globalisasi mulai berlangsung, kondisi kehidupan di hampir semua negara terkesan meningkat, apalagi jika diukur dengan indikator-indikator lebih luas. Namun, seringkali pula peningkatan itu hanya ada dalam perjanjian di atas kertas. Negara-negara maju dan kuat memang bisa meraih keuntungan, tapi tidak negara-negara berkembang dan miskin.
Pengalaman sudah membuktikan sejak proses globalisasi bergulir muncul pula isu-isu seperti perdagangan global yang tidakfair. Dalam kondisi tersebut, negara-negara berkembang dan miskin berulang kali terjebak jeratan utang yang justru jadi beban. Belum lagi bermunculan rezim hak properti intelektual, yang malah menghabisi akses masyarakat miskin untuk mendapat obat-obatan dengan harga terjangkau.
Dalam proses globalisasi, seharusnya uang mengalir dari negara kaya ke negara miskin. Tapi, dalam beberapa tahun terakhir, yang terjadi justru sebaliknya. Sementara negara-negara kaya memiliki kemampuan untuk menahan resiko fluktuasi kurs dan suku bunga, negara-negara berkembang dan miskin menanggung beban fluktuasi tadi.
Fakta-fakta tersebut jelas tidak menjadikan kita, antiglobalisasi, kita hanya menunjuk kemiskinan di negara berkembang dan miskin bukan karena globalisasi tapi karena pemerintah tak memberi kesempatan pada rakyatnya untuk masuk ekonomi pasar. Karenanya, pemerintah dianggap perlu memformalkan sektor informasi. Caranya dengan legalisasi usaha-usaha informal dan memberikan sertifikat atas lahan dan aset-aset sektor informal tadi. agar penduduk, usaha informal, dan petani miskin diberi sertifikat sehingga bisa dengan mudah mendapat pinjaman modal perbankan, yang tak lain korporasi besar. Pemberian sertifikat itulah yang kemudian disebut sebagai kodifikasi hukum.
Kita memang tidak seharusnya antiglobalisasi. Kita juga perlu terus melakukan reformasi di bidang hukum, termasuk yang terkait perdagangan bebas dan pembukaan akses pasar. Tapi, kita perlu juga mewaspadai akibat globalisasi terhadap proses pemiskinan. Globalisasi mungkin tidak akan memiliki ekses pada kemiskinan, jika pemerintah tahu benar cara melindungi sektor informal domestik dalam keterbukaan akses pasar.
Contoh Konkrit Kehidupan Sosial Masyarakat yang Masih Terjaga yang Memiliki Nilai Positif
PENGERTIAN GOTONG ROYONG
“Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh!” 
Kalimat tersebut sempat populer di kalangan masyarakat Indonesia pada tahun 90-an, namun dengungannya kini mulai jarang sekali terdengar. Kalimat tersebut singkat, namun maknanya dapat tergambar dengan sangat jelas. Persatuan adalah landasan semangat yang sejak dulu digunakan oleh para pejuang untuk membangun bangsa. Budaya gotong royong merupakan salah satu perwujudan nyata dari semangat persatuan masyarakat Indonesia. 
Presiden Republik Indonesia yang pertama, yakni Presiden Soekarno, bahkan menyampaikan jika gotong royong merupakan “jiwa” masyarakat Indonesia pada sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) di tahun 1945. Sayangnya, saat ini budaya gotong royong mulai hilang.  
Jika kita berbicara masa lalu, mudah sekali menemukan budaya gotong royong dalam berbagai bentuk. Mulai dari kerja bakti yang seringkali dilakukan warga masyarakat setiap satu minggu sekali hingga budaya gotong royong antar umat beragama. Budaya gotong royong adalah identitas nasional. Karenanya, budaya gotong royong seharusnya terus dijaga supaya terus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. 
Istilah gotong royong berasal dari bahasa Jawa. Gotong berarti pikul atau angkat, sedangkan royong berarti bersama-sama. Sehingga jika diartikan secara harafiah, gotong royong berarti mengangkat secara bersama-sama atau mengerjakan sesuatu secara bersama-sama. Gotong royong dapat dipahami pula sebagai bentuk partisipasi aktif setiap individu untuk ikut terlibat dalam memberi nilai positif dari setiap obyek, permasalahan, atau kebutuhan orang-orang di sekelilingnya. Partisipasi aktif tersebut bisa berupa bantuan yang berwujud materi, keuangan, tenaga fisik, mental spiritual, ketrampilan, sumbangan pikiran atau nasihat yang konstruktif, sampai hanya berdoa kepada Tuhan. 
Menurut Koentjaraningrat budaya gotong royong yang dikenal oleh masyarakat Indonesia dapat dikategorikan ke dalam dua jenis, yakni gotong royong tolong menolong dan gotong royong kerja bakti. Budaya gotong royong tolong menolong terjadi pada aktivitas pertanian, kegiatan sekitar rumah tangga, kegiatan pesta, kegiatan perayaan, dan pada peristiwa bencana atau kematian. Sedangkan budaya gotong royong kerja bakti biasanya dilakukan untuk mengerjakan sesuatu hal yang sifatnya untuk kepentingan umum, entah yang terjadi atas inisiatif warga atau gotong royong yang dipaksakan. 
Dalam perspektif sosiologi budaya, nilai gotong royong adalah semangat yang diwujudkan dalam bentuk perilaku atau tindakan individu yang dilakukan tanpa mengharap balasan untuk melakukan sesuatu secara bersama-sama demi kepentingan bersama atau individu tertentu. Gotong royong menjadikan kehidupan manusia Indonesia lebih berdaya dan sejahtera. Dengan gotong royong, berbagai permasalahan kehidupan bersama bisa terpecahkan secara mudah dan murah, demikian halnya dengan kegiatan pembangunan masyarakat. 

NILAI-NILAI DALAM GOTONG ROYONG

Jika dilihat sekilas, gotong royong tampaknya hanya terlihat seperti suatu hal yang mudah dan sederhana. Namun dibalik kesederhanaannya tersebut, gotong royong menyimpan berbagai nilai yang mampu memberikan nilai positif bagi masyarakat. Nilai-nilai positif dalam gotong royong antara lain:

1. Kebersamaan

Gotong royong mencerminkan kebersamaan yang tumbuh dalam lingkungan masyarakat. Dengan gotong royong, masyarakat mau bekerja secara bersama-sama untuk membantu orang lain atau untuk membangun fasilitas yang bisa dimanfaatkan bersama. 

2. Persatuan

Kebersamaan yang terjalin dalam gotong royong sekaligus melahirkan persatuan antar anggota masyarakat. Dengan persatuan yang ada, masyakarat menjadi lebih kuat dan mampu menghadapi permasalahan yang muncul. 

3. Rela berkorban

Gotong royong mengajari setiap orang untuk rela berkorban. Pengorbanan tersebut dapat berbentuk apapun, mulai dari berkorban waktu, tenaga, pemikiran, hingga uang. Semua pengorbanan tersebut dilakukan demi kepentingan bersama. Masyarakat rela mengesampingkan kebutuhan pribadinya untuk memenuhi kebutuhan bersama. 

4. Tolong menolong

Gotong royong membuat masyarakat saling bahu-membahu untuk menolong satu sama lain. Sekecil apapun kontribusi seseorang dalam gotong royong, selalu dapat memberikan pertolongan dan manfaat untuk orang lain. 

5. Sosialisasi

Di era modern, kehidupan masyarakat cenderung individualis. Gotong royong dapat membuat manusia kembali sadar jika dirinya adalah maskhluk sosial. Gotong royong membuat masyarakat saling mengenal satu sama lain sehingga proses sosialisasi dapat terus terjaga keberlangsungannya. 
MANFAAT GOTONG ROYONG
Gotong royong merupakan budaya masyarakat yang akan memberikan banyak sekali keuntungan. Keuntungan –keuntungan tersebut antara lain:

1. Meringankan beban pekerjaan yang harus ditanggung

Semakin banyak orang yang terlibat dalam usaha membangun atau membersihkan suatu lingkungan, maka akan semakin ringan pekerjaan dari masing-masing individu yang terlibat di dalamnya. Selain meringankan pekerjaan yang harus ditanggung oleh masing-masing individu, gotong royong juga membuat sebuah pekerjaan menjadi lebih cepat untuk diselesaikan. Artinya, gotong royong dapat membuat pekerjaan menjadi lebih efektif dan efisien. 

2. Menumbuhkan sikap sukarela, tolong-menolong, kebersamaan, dan kekeluargaan antar sesama anggota masyarakat

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, gotong royong memiliki nilai-nilai yang menjadikan gotong royong menjadi budaya yang sangat baik untuk dipelihara. Gotong royong dapat menumbuhkan sikap sukarela, tolong-menolong, kebersamaan, dan kekeluargaan antar sesama anggota masyarakat. Masyarakat yang mau melakukan gotong royong akan lebih peduli pada orang-orang yang ada di sekitarnya. Mereka rela untuk saling berbagi dan tolong menolong. Masyarakat juga dapat lebih “guyup” karena gotong royong menjaga kebersamaan dan kekeluargaan antar sesama anggota yang ada di masyarakat.  

3. Menjalin dan membina hubungan sosial yang baik dan harmonis antarwarga masyarakat

Lingkungan yang harmonis akan menyehatkan masyarakatnya. Ketika ada satu anggota masyarakat yang kesulitan, maka anggota masyarakat lain akan sigap memberikan pertolongan. Hubungan sosial yang baik dan harmonis seperti ini dapat dibangun jika masyarakat mau malakukan kegiatan gotong royong. Gotong royong dapat menumbuhkan hubungan sosial yang baik pada masyarakat. Sebagai akibatnya, hubungan antaranggota masyarakat pun akan semakin harmonis. 

4. Meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan nasional                         

Dalam skala yang lebih besar, gotong royong dapat meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan nasional. Masyarakat yang sudah solid di tingkat RT atau RW akan mampu menjalin persatuan yang lebih besar lagi dalam skala nasional. Gotong royong mampu menyadarkan masyarakat jika kita semua berada di tanah air yang sama, sehingga sikap persatuan dan kesatuan yang ada juga harus diwujudkan dari Sabang sampai Merauke, yakni pada seluruh daerah di Indonesia.
Contoh Kehidupan Toleransi Beragama
Kita hidup dalam negara yang penuh keragaman, baik dari suku, agama, maupun budaya. Untuk hidup damai dan berdampingan, tentu dibutuhkan toleransi satu sama lain.
Toleransi adalah perilaku terbuka dan menghargai segala perbedaan yang ada dengan sesama. Biasanya orang bertoleransi terhadap perbedaan kebudayaan dan agama. Namun, konsep toleransi ini juga bisa diaplikasikan untuk perbedaan jenis kelamin, anak-anak dengan gangguan fisik maupun intelektual dan perbedaan lainnya.
Toleransi juga berarti menghormati dan belajar dari orang lain, menghargai perbedaan, menjembatani  kesenjangan budaya, menolak stereotip yang tidak adil, sehingga tercapai kesamaan sikap dan Toleransi  juga adalah istilah dalam konteks  sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat.
Contohnya adalah toleransi beragama, dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya. Istilah toleransi juga digunakan dengan menggunakan definisi “kelompok” yang lebih luas, misalnya partai politik, orientasi seksual, dan lain-lain
Ada tiga macam sikap toleransi, yaitu:
a.           Negatif : Isi ajaran dan penganutnya tidak dihargai. Isi ajaran dan penganutnya hanya
dibiarkan saja karena dalam keadaan terpaksa.
b.     Positif : Isi ajaran ditolak, tetapi penganutnya diterima serta dihargai.
c.       Ekumenis : Isi ajaran serta penganutnya dihargai, karena dalam ajaran mereka itu
    terdapat unsur-unsur kebenaran yang berguna untuk memperdalam pendirian dan
    kepercayaan sendiri.
Marilah kita renungkan dan amati suasana kehidupan bangsa Indonesia. Kita harus merasa bangga akan tanah air kita dan juga kita harus bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kita telah dikaruniai tanah air yang indah dengan aneka ragam kekayaan alam yang berlimpah ditambah lagi beraneka ragam suku, ras, adat istiadat, budaya, bahasa, serta agama dan lain-lainnya. Kondisi bangsa Indonesia yang pluralistis menimbulkan permasalahan tersendiri, seperti masalah Agama, paham separatisme, tawuran ataupun kesenjangan sosial. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, kerukunan hidup antar umat beragama harus selalu dijaga dan dibina. Kita tidak ingin bangsa Indonesia terpecah belah saling bermusuhan satu sama lain karena masalah agama.Toleransi antar umat beragama bila kita bina dengan baik akan dapat menumbuhkan sikap hormat menghormati antar pemeluk agama sehingga tercipta suasana yang tenang, damai dan tenteram dalam kehidupan beragama termasuk dalam melaksanakan ibadat sesuai dengan agama dan keyakinannya melalui toleransi diharapkan terwujud ketenangan, ketertiban serta keaktifan menjalankan ibadah menurut agama dan keyakinan masing-masing. Dengan sikap saling menghargai dan saling menghormati itu akan terbina kehidupan yang rukun, tertib, dan damai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar